Tuesday, March 23, 2010

Berlibur Ke Rumah Nenek..


Judul di atas mempunyai banyak arti akan masa lalu yang indah untuk dikenang. Yang pertama, ‘Berlibur ke Rumah Nenek’ menjadi judul favorit saat pelajaran mengarang waktu duduk di bangku SD. Yang kedua, berlibur ke rumah nenek menjadi ritual tak terlupakan saat mengisi liburan sekolah. Kebahagiaannya tak dapat tergantikan dengan apapun.

Pengalamanku waktu kecil, yang berkaitan dengan berlibur ke rumah nenek adalah perjalanan dengan kereta api. Sangat menyenangkan dan senantiasa membuat rindu akan masa-masa itu. Setengah hari perjalanan ditempuh dengan suka cita dan sangat menikmati keindahan pemandangan dari jendela kereta api.

Ada sawah menghijau yang terhampar luas, gunung biru yang menjulang tinggi di kejauhan, jembatan, sungai yang mengalir, pohon-pohon, rumah-rumah yang tidak jauh dari pinggir rel kereta, kendaraan yang terhenti ketika keretaku lewat, sampai pengalaman merasakan gelap saat memasuki terowongan. Aih..sangat fantastik.

Nenek dari pihak ibuku dulu tinggal di daerah Subang, Jawa Barat. Nenek tinggal seorang diri karena kakek sudah lama meninggal.

Hampir setiap tahun saat Lebaran anak-anak dan cucu-cucu nenek berkumpul bersama. Ramai sekali suasananya. Penuh kekeluargaan dan menghibur.

Bertemu sanak saudara, saling bersilaturahmi, bertegur sapa, bercengkrama, bercanda tawa, ah..semuanya sarat dengan nilai sosial dan kebersamaan. Indah sekali saat-saat seperti itu.

Aku juga ingat, bertahun-tahun menempuh perjalanan dengan kereta api kala itu ( sekitar tahun 80-an ) jarang sekali bahkan hampir tidak terjadi kasus kereta api anjlok, pencopetan, nggak ada ‘bonek’, dan tindak kejahatan lain yang sekarang marak terjadi.

Semuanya aman-aman saja saat itu, bahkan ketika hanya aku dan ibu saja yang berangkat tanpa ditemani ayah atau kakak-kakakku. Tidak ada berita yang menakutkan dan tak ada yang perlu dikhawatirkan, semuanya baik-baik saja.

Hm..apa memang dunia sudah mengalami pergeseran moral yang total ya ?

Sekarang, berlibur ke rumah nenek tinggallah sejarah yang patut dikenang bagiku, karena nenekku sudah berpulang 16 tahun yang lalu. Aku tidak punya kakek dan nenek lagi, bahkan kakek nenek dari mendiang ayahku juga telah tiada sebelum aku dilahirkan.

Masih teringat dalam memoriku, betapa sayang dan bangganya nenek kepada cucu-cucunya. Kasihnya mengalir deras, tulus tanpa syarat. Walaupun kadang omelannya terdengar kala menghadapi ulah cucu-cucunya yang nakal. Wajar, nenek juga manusia.

Ingatan yang membahagiakan itu senantiasa menyertai langkah-langkahku hingga kini. Perjalanan berlibur ke rumah nenek menjadi catatan perjalanan yang indah dan pantas dilestarikan hingga ke anak-cucuku kelak.

Hingga sekarang, penting bagiku untuk mengenalkan anakku yang masih kecil tentang bagaimana rasa senangnya berlibur ke rumah eyangnya. Dari pihak suami, masih ada eyang kakung dan putri. Dari pihakku, tinggal eyang putri karena ayahku telah lama berpulang 12 tahun yang lalu.

Ikatan batin dan jalinan silaturahmi antara kakek nenek dan cucu inilah yang membuat kebahagiaan bagi semuanya. Jangan biarkan semuanya terhenti hanya karena alasan sibuk semata. Luangkan waktu, ajak anak berlibur ke rumah nenek dan kakek tercinta sejauh apapun jarak yang harus ditempuh…

Monday, March 15, 2010

Sepuluh Alasan Kenapa Tulisan Kita dibaca


Sebenarnya tidak hanya sepuluh, tapi banyak sekali alasan kenapa tulisan kita dibaca orang lain. Tapi paling tidak ada sepuluh garis besar yang merangsang pembaca mau dengan suka rela dan senang hati meluangkan waktunya untuk membaca tulisan kita.

Satu : Judulnya Menarik

Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda.Ibarat minyak wangi yang dengan cepat merangsang indra penciuman kita untuk mengenal dekat siapa si pemakai parfum, demikian pula halnya daya pikat judul yang menarik. Dengan tertarik, otomatis ada hasrat pembaca untuk membaca. Benaknya dipenuhi pertanyaan, apa sih ini ? Kayaknya kok ok banget. Mulailah dia membaca, persoalan apakah isinya benar-benar menarik atau tidak, itu urusan belakangan.

Kalau memang judul dan isi bisa kompak menariknya, sudah pasti akan ada acungan jempol pertanda ‘like this’ seperti yang tertera di status facebook kita. Tapi kalau judul dan isi tidak sinkron, tidak menarik sudah pasti menghasilkan kekecewaan dan ungkapan,” Ih kok kayak gini, sih..kirain ok, nggak taunya cuma menjual judul aja, nyesel deh udah baca..”

Dua : Penulis sudah punya reputasi yang tidak diragukan lagi

Ini berlaku buat penulis yang sudah punya penggemar fanatik. Saking ngefans-nya, semua hasil karya sang penulis tidak pernah terlewati. Apa saja yang ditulis dari penulis idolanya pasti disuka. Apapun judulnya. Belum lengkap kalau nggak dibaca.

Seperti saya, di kompasiana saya punya penulis idola sendiri. Pokoknya kalau tulisannya Mba Mariska, mba Linda, Om Jay, Baginda ASA, Yusran Darmawan, Wisnu Nugroho, Budiman Hakim, Demini Rose, Jimmo, Minami, Faizal Assegar, Winda, Pipiet Senja, Kit Rose, Rudolf Dayu, Pepih Nugroho, Iskandarjet, Babeh Helmi, Cech Gentong, Nathalia, dan masih banyak nama lain lagi yang oke punya, pasti sudah dijamin mutunya. Rugi deh kalau nggak kebaca satu pun tulisannya. Serasa ada yang kurang gitu lho..

Tiga : Tema yang diangkat sedang ‘in’

Ini dia, seringkali rasa ingin tahu kita akan isu yang sedang hangat dibicarakan, mendorong kita mencari sumber yang bisa dipercaya untuk memuaskan rasa haus kita akan informasi. Begitu ada tulisan yang aktual, langsung deh dibaca tuntas..tas..Ini nilai lebih jika tulisan kita selalu up to date dan tahu trend apa yang sedang diminati.

Empat : Isi tulisan ‘gue banget’

Kadang-kadang, hal yang ringan, nggak penting, sepele, bisa menjadi hal yang cukup diminati jika disajikan dengan gaya tulisan yang pas dan membumi banget. Artinya, banyak orang merasakan hal yang sama dengan apa yang kita tulis. Misalnya, tentang hobby, curhat, seks, humor atau apapun yang menarik untuk dibicarakan. Pokoknya cerita tentang sehari-hari yang sering kita alami.

Lima : Gambar pendukung menarik

Seringkali, kita tertarik sama sampul buku atau majalah yang bagus, yang menstimulasi otak kita untuk membaca isinya. Begitu juga saat kita menulis di kompasiana, orang kadang tertarik dengan gambar tampilan yang ada, setelah itu baru membaca deh. Kebalikan dari peribahasa “don’t judge the book from the cover” , seringkali gambar sampul yang memikat menjadi daya tarik visual tersendiri.

Enam : Gaya bahasa tulisan simple dan mudah dimengerti

Bayangkan, jika kita harus membaca gaya tulisan bahasa alay, yang lagi mewabah kaum muda saat ini. Pasti kebanyakan bingungnya daripada ngertinya. Penginnya dianggap gaul dan mengikuti trend, tapi malah bikin pusing yang baca. Terus terang, saya sendiri kurang bisa memahami bahasa alay, butuh waktu atau emang otak saya yang lemot ya ? Seringkali gaya bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti lebih menarik minat pembaca daripada tulisan indah penuh hiasan tapi membuat kening berkerut untuk membacanya.

Tujuh : Isi tulisan berbobot

Tujuan utama kita membaca pastinya agar kita mendapatkan sesuatu yang bermanfaat. Dari yang tadinya nggak tahu sama sekali, jadi tahu. Tulisannya sarat dengan informasi, sehingga kita tidak gagap kalau ditanya orang tentang sesuatu yang pernah kita baca. Nah, tulisan seperti inilah yang didambakan oleh insan di dunia yang haus akan pengetahuan. Tentunya menjadi kepuasan batin juga kalau tulisan kita bermanfaat bagi orang lain, tidak terbuang sia-sia..

Delapan : Mengulas tentang kontradiksi

Tulisan yang sedikit nyeleneh, keluar dari pakem dan kadang tidak umum dari pemikiran banyak orang, seringkali menarik untuk dibaca. Keinginan kita untuk menggali pola pikir orang lain seringkali menggelitik kita untuk mencari tahu apa yang membuatnya berbeda. Kenapa ada pro-kontra. Itu yang menarik diperbincangkan.

Sembilan : Unik dan Berbeda

Kadangkala, orang gampang bosan kalau gaya bahasa tulisan kita monoton dan membuat kantuk menyerang pembaca. Gaya bahasa yang fresh, komunikatif dan bernada humor lebih menyenangkan untuk dibaca.

Sepuluh : Menyebabkan Candu


Itu dia pentingnya kesan pertama. Jika orang sudah terkesan dengan tulisan kita di awal dia membaca karya kita, bisa dipastikan dia akan ketagihan dengan tulisan-tulisan kita selanjutnya. Namanya orang kalau sudah kecanduan pasti akan sakaw jika hasrat membacanya tidak terpenuhi. Ini pentingnya kita untuk menjaga kualitas tulisan dan harus mampu memuaskan keinginan pembaca.

Itulah kesepuluh alasan yang menjadi dasar kenapa tulisan kita dibaca oleh orang lain. Memang tidak mutlak, tapi paling tidak bisa jadi bahan obrolan dan masukan. Mungkin ada pembaca yang mau melengkapi..? Monggo..dengan dengan senang hati saya persilakan…

Wednesday, March 3, 2010

Main Yeye, Kemana Gerangan Pergi ?


Masih terekam jelas di benak, beberapa puluh tahun yang lalu, aku ada diantara tawa kanak-kanak yang lepas bermain tali karet. Ada yang memegang tali, kemudian saling bergantian bermain. Ada yang berperan sebagai ‘simbok’, yang paling mahir bermain, sehingga membantu anak-anaknya yang sebagian berperan sebagai ‘bawang kosong’ karena dianggap belum cukup umur dan belum mahir bermain. Indahnya nostalgia..

Tinggi tali karet dimulai dari selutut, kemudian naik ke pinggang, naik lagi ke pusar perut, naik ke bahu, naik lagi ke kepala, naik ½ merdeka (ujung jempol di pangkal kepala dan jari kelingking menyentuh tali karet ), sampai se-merdeka ( tali karet ada di ujung telunjuk tangan yang diacungkan ke atas ).

Permainan ini bisa dilakukan secara indivudu atau atas nama kelompok. Diperlukan kemahiran melompat dan keahlian bermain ‘yeye’ yaitu bermain diatas karet dengan gaya yang sudah ditentukan. Ada tiga gaya yang popular yaitu gaya maju, mundur dan gaya cepat. Dibutuhkan kecepatan kaki dalam memainkannya. Permainan ini kebanyakan dilakukan oleh kaum perempuan tapi tidak menutup kemungkinan anak laki-laki boleh memainkannya.

Begitu populernya permainan ini sampai-sampai pergi ke sekolah membawa tali karet dan memainkannya saat jam istirahat di halaman sekolah. Tak peduli dengan memakai seragam SD dan roknya sedikit tersingkap menjadi tontonan anak laki-laki. Yang penting happy menjalaninya. Maklum, anak SD waktu itu mana ada pikiran kotor yang macam-macam. Tahunya senang dan bahagia saat bermain tali karet. Titik.


Nilai penting yang bisa dipetik dari pemainan ini adalah :


  • Bergembira dalam kebersamaan


  • Berinteraksi sosial


  • Mengasah ketrampilan melompat


  • Olahraga melatih otot dan tulang


  • Melatih cekatan, trampil dan dinamis


  • Menghibur penonton


  • Mengasah jiwa sportivitas
Di jaman sekarang, mulai jarang ditemui anak-anak yang bermain tali karet atau permainan tradisional yang lain seperti congklak, main kelereng, bola bekel, jamuran dan lain sebagainya. Mungkin masih bisa ditemui di daerah pedesaan, tapi amat jarang ditemui di kota. Selain tidak tersedianya lahan, anak-anak di kota lebih betah bermain game dengan PS atau komputer. Kemajuan teknologi sedikit demi sedikit menggeser pola hidup masyarakat.

Ingin rasanya kembali ke masa lalu, ketika bersama teman-teman kecil menyaksikan bulan purnama dan bermain di luar rumah. Ah..sangat indah untuk dikenang. Begitu damai, tentram, aman dan sentausa. Tak ada keributan, tak ada tawuran, tak ada kejahatan, tak ada dendam dan iri dengki. Yang ada hanyakebersamaan dan kebahagiaan yang tulus tanpa syarat.

Jadi ingat lagu Jawa yang begini :

Yo, prakanca dolanan neng njaba
(Ayo teman bermain di luar rumah)

Padang bulan, bulane kaya rina
(Bulan bersinar terang, terang seperti siang)

Rembulane..ne..sing ngawe awe
(Bulannya memanggil-manggil)

Ngelikaake ojo podo turu sore
(Mengingatkan jangan tidur sore-sore)

Ahh..indahnya nostalgia. Andaikan waktu bisa berputar kembali untuk sejenak bermain yeye dengan teman-teman bermain kala itu dengan situasi yang sama. Sebentar saja, setelah itu kembali lagi ke masa sekarang dan hadapi kenyataan hidup yang tak lagi setentram dan seindah masa kecil dulu..

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...