Wednesday, March 3, 2010

Main Yeye, Kemana Gerangan Pergi ?


Masih terekam jelas di benak, beberapa puluh tahun yang lalu, aku ada diantara tawa kanak-kanak yang lepas bermain tali karet. Ada yang memegang tali, kemudian saling bergantian bermain. Ada yang berperan sebagai ‘simbok’, yang paling mahir bermain, sehingga membantu anak-anaknya yang sebagian berperan sebagai ‘bawang kosong’ karena dianggap belum cukup umur dan belum mahir bermain. Indahnya nostalgia..

Tinggi tali karet dimulai dari selutut, kemudian naik ke pinggang, naik lagi ke pusar perut, naik ke bahu, naik lagi ke kepala, naik ½ merdeka (ujung jempol di pangkal kepala dan jari kelingking menyentuh tali karet ), sampai se-merdeka ( tali karet ada di ujung telunjuk tangan yang diacungkan ke atas ).

Permainan ini bisa dilakukan secara indivudu atau atas nama kelompok. Diperlukan kemahiran melompat dan keahlian bermain ‘yeye’ yaitu bermain diatas karet dengan gaya yang sudah ditentukan. Ada tiga gaya yang popular yaitu gaya maju, mundur dan gaya cepat. Dibutuhkan kecepatan kaki dalam memainkannya. Permainan ini kebanyakan dilakukan oleh kaum perempuan tapi tidak menutup kemungkinan anak laki-laki boleh memainkannya.

Begitu populernya permainan ini sampai-sampai pergi ke sekolah membawa tali karet dan memainkannya saat jam istirahat di halaman sekolah. Tak peduli dengan memakai seragam SD dan roknya sedikit tersingkap menjadi tontonan anak laki-laki. Yang penting happy menjalaninya. Maklum, anak SD waktu itu mana ada pikiran kotor yang macam-macam. Tahunya senang dan bahagia saat bermain tali karet. Titik.


Nilai penting yang bisa dipetik dari pemainan ini adalah :


  • Bergembira dalam kebersamaan


  • Berinteraksi sosial


  • Mengasah ketrampilan melompat


  • Olahraga melatih otot dan tulang


  • Melatih cekatan, trampil dan dinamis


  • Menghibur penonton


  • Mengasah jiwa sportivitas
Di jaman sekarang, mulai jarang ditemui anak-anak yang bermain tali karet atau permainan tradisional yang lain seperti congklak, main kelereng, bola bekel, jamuran dan lain sebagainya. Mungkin masih bisa ditemui di daerah pedesaan, tapi amat jarang ditemui di kota. Selain tidak tersedianya lahan, anak-anak di kota lebih betah bermain game dengan PS atau komputer. Kemajuan teknologi sedikit demi sedikit menggeser pola hidup masyarakat.

Ingin rasanya kembali ke masa lalu, ketika bersama teman-teman kecil menyaksikan bulan purnama dan bermain di luar rumah. Ah..sangat indah untuk dikenang. Begitu damai, tentram, aman dan sentausa. Tak ada keributan, tak ada tawuran, tak ada kejahatan, tak ada dendam dan iri dengki. Yang ada hanyakebersamaan dan kebahagiaan yang tulus tanpa syarat.

Jadi ingat lagu Jawa yang begini :

Yo, prakanca dolanan neng njaba
(Ayo teman bermain di luar rumah)

Padang bulan, bulane kaya rina
(Bulan bersinar terang, terang seperti siang)

Rembulane..ne..sing ngawe awe
(Bulannya memanggil-manggil)

Ngelikaake ojo podo turu sore
(Mengingatkan jangan tidur sore-sore)

Ahh..indahnya nostalgia. Andaikan waktu bisa berputar kembali untuk sejenak bermain yeye dengan teman-teman bermain kala itu dengan situasi yang sama. Sebentar saja, setelah itu kembali lagi ke masa sekarang dan hadapi kenyataan hidup yang tak lagi setentram dan seindah masa kecil dulu..

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...