Friday, August 6, 2010

Malaikat Itu Bernama Sumi


Nining risau, hari ini hari jumat, hari senam bersama di sekolah. Senam Kesegaran Jasmani dengan alunan musik SKJ ’88 yang sangat familiar itu. Musik yang enak didengar dan membuat semangat untuk bersenam ria. Nining mengamati sepatu ketsnya yang sudah usang, yang menganga karena solnya rusak dan tidak bisa dipakai lagi. Nining baru menyadari tadi saat berjalan kaki menuju sekolahnya. Sebenarnya, gejala solnya akan rusak ini sudah cukup lama, tapi Nining mengabaikan dan selalu berhati-hati saat berjalan supaya tidak terlalu cepat sepatunya rusak. Ternyata, saat itu tiba hari ini, sepatunya rusak sebelah kiri dan ada kemungkinan sepatu sebelah kanan akan menyusul rusak dengan gejala yang sama.

Nining masih bimbang akankah ikut SKJ dengan kondisi sepatu rusak begini atau lebih memilih tidak ikut sama sekali. Tapi ketakutan akan dimarahi bapak atau ibu guru membuatnya gelisah harus berbuat apa.

“Ayo, Ning..SKJ dimulai sebentar lagi tuh, wis do kumpul kabeh..,” terdengar suara Sumi, teman sebangku Nining. Tinggal mereka berdua yang ada di dalam kelas ini, semua murid-murid sudah keluar dan berbaris siap untuk mengikuti senam.

“Tapi, Sumi..aku..,” Nining bingung untuk mengatakan kondisi yang sebenarnya kepada Sumi. Sumi menatap Nining lekat-lekat. Dipandangnya Nining dari atas kepala hingga ke bawah kaki. Dan, Sumi menemukan jawabannya.

“Oalah..sepatumu rusak to..sini aku pinjamin sepatuku, pakai saja..aku wis biasa nyeker, tur rumahku kan dekat sedangkan kamu masih harus berjalan kaki pulang yang sangat jauh jaraknya..,” Sumi segera melepas sepatu berikut kaos kakinya. Setahu Nining, sepatu Sumi ini masih baru walau bukan sepatu mahal, kemarin Sumi baru mengenakannya. Refleks Nining menggeleng.

“Tidak usah, Sumi..aku tidak ikut senam saja..,” Nining menolak sepatu Sumi.

“Ora popo, Ning..kamu bisa ikut SKJ pakai sepatu ini, aku sudah terbiasa nyeker kok..ayuk..musiknya sudah mulai tuh..cepat pakai sepatunya…,” Sumi segera berlari keluar kelas tanpa alas kaki meninggalkan Nining yang terbengong dan langsung ikut senam.

Nining geleng-geleng kepala dan segera memakai sepatu pinjaman dari Sumi. Rasa tidak enak menjalar ke tubuhnya. Bagaimana mungkin Sumi begitu baik hati meminjamkan sepatunya sedangkan dia sendiri rela tidak beralas kaki ? Ah..seharusnya aku tadi tidak usah malu nyeker dan tidak merepotkan Sumi seperti ini, rutuk Nining pada dirinya sendiri.

Nining segera menempatkan diri ke sebelah Sumi yang sudah melambaikan tangannya memberi tempat untuk Nining. Sumi tertawa-tawa dan tidak mempedulikan tatapan teman-teman yang lain melihatnya tanpa alas kaki. Sumi tetap semangat mengikuti gerakan senam tanpa sepatu sebagai alasnya. Sumi malah tampak menikmati kebebasan kakinya yang nyeker.

Nining merasa kagum melihat sikap Sumi yang tampil berani, tidak seperti dirinya yang mudah malu, minder dan peragu itu. Nining ingin seperti Sumi yang tidak terlalu memperdulikan apa yang menjadi pikiran orang-orang tentangnya. Selama dia bisa menikmatinya dan bahagia, Sumi akan melakukannya tanpa berpikir panjang sekalipun dia harus mengorbankan dirinya sendiri seperti yang dilakukannya terhadap Nining kali ini. Sebuah kebaikan yang tulus tak bersyarat. Nining bertekad akan membalas kebaikan Sumi suatu hari nanti. Entah bagaimana caranya…
Gambar dipinjam dari sini

Sunday, July 4, 2010

Hobby Masa Kecil


Masa kecil adalah masa yang paling indah bagi saya. Masa dimana kebebasan menjadi irama hidup saya. Bersama teman-teman, saya bebas berlarian di pematang sawah, bebas mencari keong tutup di sawah, bebas ikut kakak laki-laki saya bermain layangan atau kelereng, bebas ikut memancing di kali, bebas bermain petak umpet, bebas bermain jamuran, bermain congklak, bermain yeye, bermain bola bekel, bermain bola kasti..wuah..banyak sekali kebebasan yang saya miliki.

Desa dimana saya tinggal dulu begitu ramah menyambut kami yang masih kanak-kanak. Kebersamaan begitu kental terasa. Tak ada si kaya atau si miskin, tak ada si cantik atau si jelek, semuanya lebur dalam permainan tradisional untuk meraih kebahagiaan bersama.

Mungkin hanya duduk-duduk bersama di teras saat bulan purnama, atau berlarian bersama saat hujan mengguyur dengan deras, atau berenang bersama di sungai, bahkan saling bekerja sama mencuri batang tebu saat mandor tidak ada..( kalau yang ini termasuk bentuk kejahatan bersama..jangan ditiru ! )

Semua mengalir begitu saja tanpa beban, yang ada hanya tawa dan canda, yang ada hanya gembira dan ceria. Murah meriah tanpa biaya. Alam menjadi sahabat terindah. Masih ada lapangan nan luas saat ingin sekedar bermain bola, ada pohon yang bisa dipanjat saat ingin bersantai diatas pohon, ada ikan yang bisa dipancing di sungai yang masih jernih, ada dan semuanya masih ada tanpa dipungut bayaran untuk menggunakannya.

Tapi sekarang ?

Kemana lapangan sepak bola itu ? Oh..sudah berubah menjadi perumahan elite sekarang.

Kemana pohon-pohon nan rindang itu ? Oh..sudah banyak yang ditebang dan menjadi ruas-ruas jalan.

Lalu kemana ikan-ikan di sungai itu ? Oh..sudah banyak yang mati karena sungainya sudah menjadi tempat pembuangan limbah dan sampah..

Menyedihkan. Ya..semuanya sangat menyedihkan. Alam begitu mudahnya diperkosa untuk kenikmatan semata. Tak ada lagi lahan untuk sekedar bernostalgia seperti dahulu kala, untuk sekedar mengingat kemakmuran yang pernah ada. Semuanya telah dirampas dan menjadi sia-sia.

Dan, kita tinggal menerima akibatnya. Banjir yang tak pernah kita minta, datang tiba-tiba. Gempa yang tiada pernah kita duga, datang tiba-tiba saat kita terlena, longsor, badai, apalagi ? Bukankah semuanya itu pantas kita terima akibat perlakuan kejam kita pada alam ? Pada bumi yang semakin tua, yang tak sanggup lagi mengatur jadwal musim dan cuaca ?

Bagaimana nasib anak-anak dan cucu kita nanti ? Cukupkah mereka bermain dalam kotak kaca dengan sekedar menekan-nekan tombol saja yang bisa dimainkan sendiri tanpa bersama teman ? Puaskah kita hanya menjejali mereka dengan cerita-cerita masa kecil kita yang indah tanpa pernah mereka bisa merasakannya ? Atau tegakah kita jika mereka yang menjadi korban dari semua bencana yang kita timbulkan ? Ah..betapa kejamnya kita…

Friday, June 4, 2010

Makan Belalang


Pok ame-ame
Belalang kupu-kupu
Siang makan nasi
Kalau malam minum susu

Kutipan lagu diatas mengingatkan kita pada masa kecil yang penuh tawa dan canda. Namun yang ingin saya bahas kali ini bukan tentang lagunya tapi dari salah satu kata yang menjadi kesatuan dalam lagu itu di baris kedua. Ada belalang kupu-kupu disitu. Yup..saya memilih belalang untuk santapan makan siang kemarin.

Terus terang, kemarin adalah edisi perdana saya makan belalang. Sejak tinggal di Gunung Kidul, saya baru mengerti kenapa masyarakat disini terbiasa makan ulat dan belalang. Awalnya saya kaget dan tidak tertarik sedikitpun untuk mencoba mencicipinya. Lihat binatangnya saja sudah geli, apalagi memakannya.

Tapi banyak orang bilang disini, serasa belum lengkap sebagai warga Gunung Kidul bila belum mencoba makan belalang. Ya sudah, karena waktu itu saya lagi bertamu dan dijamu makan dengan lauk belalang goreng di penduduk setempat, maka sebagai rasa penghormatan saya kepada tuan rumah, saya mencicipi satu ekor belalang goreng.

Hm..kesan pertama kriuk-kriuk garing gimana gitu, pertama saya makan bagian tangan dan kakinya yang garing. Setelah itu bagian tubuhnya yang garing di luar karena kulitnya dan bagian empuk di dalam seperti apa ya..gurih-gurih gitu deh..mirip-mirip rasa udang.

Konon katanya, yang gurih itu yang mengandung banyak protein. Saya cukup makan satu ekor saja, belum berminat untuk nambah, masih adaptasi dulu. Mungkin kalau sudah terbiasa lama-lama satu kilo bisa saya habiskan hehe…

Belalang yang termasuk hewan Insecta dari Ordo Orthoptera Famili Acrididae ini mudah sekali dijumpai di pasar tradisional dan kadang banyak dijual di tepi-tepi jalan di Gunung Kidul. Harganya lumayan mahal, satu renteng kurang lebih isi 50 ekor dijual seharga dua puluh ribu rupiah. Bisa jadi, mahalnya harga belalang ini disebabkan karena semakin banyaknya permintaan pasar, tingkat kesulitan menangkapnya dan rasa belalang yang bisa dikategorikan sebagai makanan pengganti udang.

Petani sudah tidak khawatir lagi bila sawahnya banyak belalang yang dapat dikatakan sebagai hama pengganggu tanaman karena sekarang nilai jual belalang sudah lumayan tinggi. Tapi kalau sering dikonsumsi, dikhawatirkan di masa depan belalang menjadi serangga yang tergolong langka. Kira-kira berapa tahun lagi ya bisa punah ? Sedih juga kalau sampai punah..

O,ya ada info lagi, karena selain belalang, di Gunung Kidul juga terbiasa makan ulat dari pohon Jati. Waduh..kalau yang ini, terus terang saya belum berani untuk mencoba. Walaupun banyak orang bilang ulat mengandung banyak protein, entar dulu deh..nanti kalau saya sudah berani makan, saya kabari ya…hehe..

Monday, May 24, 2010

Punya Hutang ! Why Not ?

Tak terbayangkan sebelumnya, kehidupan saya sekarang adalah kehidupan yang dililit dengan hutang. Jumlah hutangnya pun tak tanggung-tanggung sampai mencapai digit sembilan. Aih..ngeri amat, ya..padahal jaman dulu, punya hutang sepuluh ribu rupiah kepada teman saja, rasanya sudah khawatir dan resah gelisah tak menentu, ingin cepat-cepat segera melunasinya.
Hm..gimana kronologisnya tuh bisa sampai punya hutang begitu banyak ? Begini ceritanya…

Sejak nekad berkecimpung sebagai entrepreneur, tentunya banyak aspek yang harus saya pelajari. Banyak hal yang ternyata tidak sesederhana yang saya bayangkan sebelumnya. Saat jadi karyawan dulu, keinginan untuk buka usaha sendiri rasanya sangat menggebu-gebu dan senantiasa mendorong saya untuk cepat-cepat menanggalkan status saya sebagai karyawan. Melalui pembelajaran tentang wirausaha secara otodidak dan menggali cara hidup para usahawan sukses, saya dan suami akhirnya resign dari pekerjaan tetap kami yang dibilang sudah lumayan mapan itu.

Gila, nekad amat, apa kami punya uang banyak yang cukup untuk modal membuka usaha ban dan onderdil mobil itu ? Jawabannya adalah tidak. Kami hanya punya tabungan dua puluh juta rupiah, sedangkan untuk membuka suatu usaha yang kami geluti sekarang ini minimal harus ada dana dua ratus juta, itupun baru termasuk usaha yang masih dalam skala kecil, belum bisa lengkap. Tapi ternyata, ada jalan untuk semua itu..

Pada awal perjalanan sebagai entrepreneur, kami disupport oleh Om kami yang telah berhasil membuka usaha toko besi dari mulai kecil sampai besar seperti sekarang. Perjalanan usaha selama 16 tahun telah membuahkan sepuluh armada truck, 25 karyawan, toko yang diperbesar , rumah pribadi dan kendaraan pribadi yang amat memadai. Apa rahasianya ? Jawabannya adalah berani hutang !

Ya, hutang kepada bank dengan jaminan sertifikat rumah atau tanah adalah jawabannya. Menjadi seorang entrepreneur jangan pernah takut pada kegagalan. Terlanjur basah, ya sudah mandi sekalian. Om kami ini ternyata berbakat juga menjadi seorang motivator handal yang kalau saya perhatikan nggak kalah jauh dengan motivator terkenal Indonesia Mr. Mario Teguh. Dari pengalaman jatuh bangun beliau selama merintis usaha inilah, kami belajar. Pengalaman tertipu, ditolak bank, mengalami kerugian, dihimpit oleh kompetitor dan beragam pengalaman pahit telah dikecap oleh Om kami. Dan sekarang ternyata tinggal manis yang bisa dipetik sebagai hasil.

Kembali ke soal hutang, hutang yang kami jalani tentu saja bukan hutang sembarang hutang. Tentunya ada perhitungan yang tepat untuk itu. Melalui evaluasi omset dari usaha kami selama beberapa bulan, maka bisa diperkirakan berapa perputaran uang yang terjadi selama ini. Ada pembagian yang jelas berapa rupiah untuk mencicil hutang, berapa rupiah untuk kulakan lagi, berapa rupiah untuk operasional kerja dan berapa rupiah untuk hal-hal lain yang tidak terduga. Sudah barang tentu semua ini dijalankan dengan pengaturan keuangan yang ketat.

Cita-cita untuk bisa berhasil membuat kami harus rela menurunkan standart hidup selama ini. Lha, iya..demi kemajuan usaha yang dirintis kami harus mampu untuk makan seadanya, sisa setelah membayar hutang dan operasional setiap bulannya. Bahkan kalau harus puasa pun, kami harus ikhlas menjalani.

Ketepatan membayar hutang kepada bank harus diprioritaskan. Karena jika sekali saja kami tidak bisa membayar cicilan maka nama kami akan masuk ke dalam daftar black list yang akan sampai ke Bank Indonesia. Yang artinya, setelah kami di-black-list, otomatis kami tidak bisa akses ke bank manapun untuk pinjam uang. Ngeri kan ? Nah, karena itu disiplin dalam mengatur uang menjadi prioritas utama yang tidak bisa diganggu gugat.

Selain itu, dalam perjalanan usaha kami, ternyata istilah Jawa “tuna sathak bathi sanak” cukup berlaku. Yang artinya, rugi sedikit asal untung dapat saudara. Lha iya, relasi itu sangat perlu dalam dunia bisnis. Keuntungan bukan semata untuk dikejar, tetapi relasi yang baik, pelanggan yang loyal lebih penting dari sekedar untung yang banyak. Logikanya begini, lebih baik untung sedikit tapi frekuensinya banyak daripada untung besar tapi jarang-jarang ada pembeli. Mendingan sering laku walau untung sedikit karena perputaran uangnya lebih cepat, bisa kulakan lagi, dan kemungkinan untuk bisa berkembang lebih cepat. Istilahnya tidak ada barang yang diam, sehingga hutang bisa dibayar dan bisa hutang lagi untuk perluasan usaha hehe..

Ngomong-ngomong soal menjalin relasi, ini yang perlu diperhatikan. Service, kepuasan pelanggan menjadi tujuan utama dalam sebuah usaha. Gimana bisa mencapai sasaran jika kebutuhan pelanggan tidak terpenuhi dengan baik. Karena itu segala keluhan, kritik dan saran pelanggan menjadi masukan yang sangat berarti untuk sebuah usaha. Jangan heran, pelanggan yang puas akan menjadi media promosi tanpa kita minta. Lah iya, karena kepuasannya dia akan cerita kepada saudara-saudaranya, teman-temannya, kenalannya tentang tempat usaha kita. Nggak nyangka kan, tiba-tiba toko kita jadi banyak langganan dari langganan kita ?

Demikian juga sebaliknya jika pelanggan mendapat service yang tidak memuaskan, maka dengan cepat pula peristiwa ini menjadi berita yang dikonsumsi banyak orang dari mulut ke mulut. Wow..dahsyat, ya ? Karena itu, utamakan kualitas dan pelayanan.

Terus, dengan punya hutang, ada kekuatan tersembunyi yang mendorong kita mencari cara yang benar untuk bisa melunasinya. Semangat untuk bisa memasarkan usaha dengan baik, semangat untuk berjualan dengan sehat, semangat untuk melahirkan ide-ide kreatif dan inovatif, semangat untuk tampil beda. Ini dia, dengan beda, usaha kita punya ciri khas yang mudah diingat oleh pelanggan yang membuat dia ingin kembali dan kembali lagi ke toko kita. Ada sesuatu yang membuat ketagihan, entah karena harganya yang murah, layanan yang ramah, adanya bonus atau potongan harga, kenyamanan dalam berbelanja karena aura positif yang terpancar dan hal-hal lain yang menjadi nilai plus di mata pelanggan.

Wah..seperti saya ini paling ahli saja di dunia usaha, ya..? Bukan, saya bukan ahlinya. Punya usaha juga baru seumur jagung, sukses juga belum diraih. Tapi saya optimis dan siap berkembang. Saya punya mimpi dan akan segera merealisasikan mimpi itu. Saya harus berani menghadapi segala tantangan yang ada. Karena itu saya ingin berbagi pengalaman ini dengan Anda semua yang berbahagia.

Hutang, jika dijalankan untuk sesuatu yang baik dan benar akan menjadi berkah bagi sesama. Tentunya dengan konsekuensi untuk bisa membayar, bukan untuk menghindar dari penagih hutang.

Salam, semoga bermanfaat.

Tuesday, April 27, 2010

Apakah Anda Sabar ? Cek Makanan Favoritnya

Tulisan ini hanya untuk iseng-iseng saja, terinspirasi saat menikmati makanan, tiba-tiba terlintas di benak apakah makanan favorit kita selama ini mencerminkan sifat kita.

Memang ada hubungannya ya ? Segala sesuatu jika dikait-kaitkan pasti akan berhubungan sendiri.

Sekedar hiburan saja, jangan dianggap penting..

Orang sabar biasanya disayang Tuhan. Orang sabar biasanya mau berproses dan menikmati proses itu sendiri. Orang sabar biasanya mampu menata emosi dengan baik.

Berikut dibawah ini makanan favorit orang sabar :





Tengkleng

Masakan khas Solo ini adalah masakan semacam sop kambing yang isinya dominan dengan tulang yang masih ada sisa-sisa daging dan sumsum yang melekat.


Seni mem-“brakot” tulang ini tidak semua orang mampu dan mau melakukannya.


Dengan dalih mau makan aja kok repot, tinggal beli tongseng yang udah jelas ada dagingnya beres..


Padahal harga seporsi tengkleng tidak beda jauh dengan harga tongseng lho, bahkan ada yang lebih mahal…

Hm..namanya kepuasan kadang tidak bisa dihargai dengan nominal rupiah.


Nilai tantangan dan perjuangan serta proses itu sendiri menjadi penting bagi penikmat tengkleng..



Kwaci

Cemilan dari biji semangka atau biji bunga matahari yang minimalis bentuk dan ukurannya ini hanya mampu dihabiskan oleh orang yang ulet, tabah dan sabar tentunya.

Biasanya makanan ini dimakan ramai-ramai dengan teman sehingga tidak terlalu terasa lama waktu yang dibutuhkan. Sudah tentu bagi yang memasukkan kwaci sebagai kategori makanan favorit, tidak diragukan lagi jika penikmatnya adalah orang yang sabar.

Nggak percaya ? Buktikan sendiri..




Duren

Jangan girang dulu disebut sabar jika anda penggemar buah duren. Jika duren yang sudah tersaji tinggal dimakan saja, belum bisa dikategorikan sebagai orang sabar.

Bisa dikatakan sabar jika mau menjalankan ritual dari memanjat pohon, sampai membelah kulit duren yang banyak durinya baru kemudian.makan buahnya. Proses inilah yang membentuk kesabaran itu.

Berarti penjual duren termasuk orang sabar ya ? Asal tidak suka mengeluh pasti sudah masuk kategori sabar hehe..




Kacang Tanah

Yang mampu menghabiskan satu kilogram kacang tanah yang kulitnya dikupas sendiri sudah pasti orang yang sabar.

Tapi kira-kira masuk kategori rakus juga nggak ya ? Kalau makan sendiri, tidak mau berbagi padahal ada orang disekitarnya yang ngiler mau makan juga, itu namanya orang yang rakus, nggak peka terhadap keadaaan sekitar plus pelit bin ajib-ajib. Hahaha..




Sate

Kalau ada orang yang mau bersusah payah dari mengiris daging, memasukkan ke tusuk sate trus membakarnya sendiri baru makan, inilah yang disebut kesabaran yang sempurna. Tapi dengan syarat tanpa mengeluh saat kena asapnya lho..

Kalau mau menunggu antrian untuk makan sate di tempat yang laris pembeli, plus rela menunggu sate dikipas-kipas sampai matang kurang lebih satu jam tanpa ngomel-ngomel, patut diacungi jempol untuk kesabarannya.

Lha kalau sudah ada sate matang, tinggal makan trus marah-marah karena rasanya tidak karuan atau dagingnya kurang empuk, itu mah soal selera saja ya.. ( maksa banget sih hihi..)




Pisang Klutuk

Pisang yang banyak isinya ini menguji kesabaran orang yang memakannya. Saya jarang sekali menemui pisang jenis ini di jaman sekarang, kecuali pisang klutuk yang masih mentah yang diserut sebagai campuran rujak buah.

Jaman saya kecil dulu, pernah punya pohon pisang ini. Sebenarnya rasa pisang ini manis dan enak, tapi karena bijinya yang banyak sekali sebesar biji kapas, keasyikan makannya jadi terganggu. Berkali-kali harus melepeh biji-bijinya keluar dan hanya mendapatkan sedikit buah pisang tanpa biji. Harus disortir berkali-kali.

Siapa yang mampu bertahan makan pisang yang susahnya minta ampun, sementara banyak pisang yang lain tinggal lep saja ? Sekali lagi hanya orang yang sabar yang mau dengan tulus ikhlas menjalani makan pisang klutuk lengkap dengan prosesnya ini dan yang mampu mengabaikan celetukan orang “kurang kerjaan saja”.

Kira-kira, makanan susah apalagi ya, yang menguji kesabaran kita ? Mungkin teman-teman punya alternatif lain ? Monggo..

Friday, April 23, 2010

My First Writing Experience


Kalau ditanya orang sejak kapan senang menulis, saya tidak bisa menjawab dengan pasti kapannya. Yang jelas, sejak duduk di bangku SD, saya cukup menikmati pelajaran mengarang dan Bahasa Indonesia menjadi salah satu pelajaran yang cukup saya minati.

Bacaan yang cukup lekat dalam ingatan saya kala itu adalah buku pelajaran Bahasa Indonesia SD seputar kehidupan keluarga Wati yang punya adik Budi dan Iwan. Ejaannya juga berkisar tentang ini Budi. Budi pergi ke sekolah dengan Iwan. Wati membantu Ibu di dapur, dan lain sebagainya. Sangat berkesan buat saya. Begitu sederhana tetapi menjadi momen yang berharga karena saya jadi bisa membaca dan punya keinginan untuk menulis cerita.

Judul favorit mengarang kala itu adalah berlibur ke rumah nenek. Hampir selalu begitu, saya yakin teman-teman juga pernah mengarang dengan judul berlibur ke rumah nenek. Seperti sudah menjadi tradisi turun temurun, judul ini dipilih oleh bapak ibu guru kita. Dan saya cukup antusias menuliskan pengalaman saya berlibur ke rumah nenek saat itu.

Saat duduk di bangku SMP, saya coba-coba menulis cerpen. Pembacanya masih teman-teman sendiri, dan hasil karya saya masih ditulis dengan tulisan tangan. Banyak apresiasi yang saya terima. Ada yang bilang bagus, ada yang berkerut keningnya saat membaca, ada yang biasa-biasa saja tanpa ekspresi, ada yang memberi masukan kritik yang membangun bahkan ada yang to the point menolak untuk membaca dengan alasan tidak suka cerpen tapi ada juga yang menyarankan untuk mengirimkan ke majalah remaja ibukota yang cukup popular kala itu.

Saran itu cukup memacu saya untuk berani mengirimkan tulisan cerpen saya ke majalah Aneka kala itu. Tulisan saya ketik dengan ketikan manual yang kalau salah ketik repot membenahinya. Judulnya saya masih ingat “Kasih Tak Sampai”. Lama saya menunggu kabar apakah tulisan saya dimuat atau tidak. Saya selalu memantau perkembangan majalah itu tiap edisinya. Sampai kurang lebih setahun saya menunggu, ternyata tulisan saya ada dalam 100 daftar tulisan yang tidak layak dimuat. Hiks..sedih, tapi ya maklum saja namanya juga masih amatiran. Hal ini semakin memacu saya untuk belajar menulis lebih baik lagi.

Masuk SMA, kegiatan menulis saya lanjutkan dengan menulis diary tiap hari dan sesekali menulis cerpen. Senang rasanya ketika tulisan saya dimuat di bulletin sekolah. Masih di lingkup anak-anak SMA sendiri, tapi cukup membuat bangga ketika nama saya terpampang di salah satu halaman bulletin sekolah meski tanpa mendapat honor. O,ya saya dua kali mengirim tulisan dan dua kali dimuat di bulletin ini. Pakai seleksi lho..hehe..

Di SMA ini pula, tulisan cerpen saya juga pernah dimuat di tabloid pelajar lokal di kota Gudeg. Nggak ada honor juga, tapi cukup membuat saya girang bukan main. Minimal, nama saya ada di halaman tabloid itu hehe..narsis yang terpendam..

Saat duduk di bangku kuliah, kegiatan menulis sempat tenggelam oleh kesibukan kuliah dan praktikum yang cukup menyita waktu. Bahkan kegiatan menulis diary pun menjadi jarang sekali, hanya saat hati sedang gundah gulana saja diary menjadi tempat curhat. Mungkin malah terlupa kalau saya pernah bisa menulis.

Pernah juga sih, saat mood bagus, bisa menulis karena ingin mengisi bulletin di organisasi muda mudi setempat. Tapi ya tetap nggak ada honor, yang penting happy..

Era kebangkitan menulis saya setelah selesai kuliah, bekerja dan sesudah menikah. Cukup lama juga vacum. Saya ingin menggali kegiatan menulis saya karena punya obsesi untuk bisa bikin buku paling tidak satu saja. Someday, mungkin..entah kapan..

Geliat menulis semakin dirasakan saat blog mulai mewabah. Saya coba-coba buat blog dan bersyukur sampai saat ini ada 3 blog yang saya kelola. Blog biasa-biasa saja sih, yang penting bisa menjadi penyalur hasrat menulis saya, syukur-syukur kalau ada yang baca dan nge-klik iklan yang ada, hehe..lumayan buat nambahin beli susu anak..

Pernah juga sih tulisan saya dimuat di rubrik Gado-gado majalah Femina, kalau ini saya masih bingung dapat honor nggak ya, soalnya nggak ada pemberitahuan sih..tahu-tahu dimuat aja hehe..

Terus..terus..sejak menjadi kompasianer ternyata saya jadi lumayan aktif menulis. Blog saya yang tadinya jarang pengunjungnya sekarang lumayan banyak pengunjungnya. Setidaknya kompasiana punya andil besar dalam mendorong minat saya menulis. Terima kasih, ya..Kompasiana. I love you lho..

Tuesday, April 13, 2010

Pekerjaan yang Menyimpang


Jadi tergoda ikut cerita tentang pengalaman kerja, nih..Bisa dibilang perjalanan karirku cukup beraneka-ragam dan satu sama lain tidak saling berkaitan. Dan yang lebih mencengangkan, pekerjaaanku sama sekali jauh dari background pendidikanku di bangku kuliah.

Sebagai Sarjana Sains dari Fakultas Biologi UGM, tentunya karier yang berhubungan adalah sebagai guru Biologi, peneliti atau ilmuwan, PNS di dinas Pertanian, Kelautan atau Peternakan atau sebagai pakar di bidang lingkungan. Tapi, apa yang terjadi pada diriku adalah pekerjaan yang sama sekali menyimpang. Awal-awalnya sih masih ada hubungan dengan disiplin ilmu kuliah, lama-lama kesana kok nggak nyambung blas..tapi yang pasti aku enjoy menjalaninya..

Asisten Praktikum

Saat masih di bangku kuliah aku nyambi menjadi asisten praktikum di laboratorium yang bertugas menerangkan teori dan metode kerja saat mau praktikum, membuat pre-test dan membantu mahasisiwa saat praktikum. Aku sempat jadi asisten di 3 laboratorium yang berbeda yaitu di laboratorium Fisiologi tumbuhan, laboratorium Struktur dan Perkembangan tumbuhan II dan di laboratorium Parasitologi.

Honor yang didapat sangat kecil tapi pengalaman yang aku dapatkan tidak ternilai harganya. Aku bisa belajar mengajar, menganalisa dan yang terpenting aku jadi memahami berbagai karakter mahasiswa dari macam-macam fakultas seperti dari Farmasi ( ini cita-citaku sebenarnya, tapi nyemplung di Biologi), Peternakan dan Kedokteran Hewan. Kegiatan ini otomatis terhenti setelah lulus kuliah karena memang diperuntukkan bagi mahasiswa.

Asisten Pengembang di Yayasan Pendidikan

Ceritanya begini, setelah lulus kuliah, aku mendapat tawaran kerja di salah satu yayasan pendidikan yang dirintis oleh mendiang Romo Mangunwijaya di Yogyakarta. Di yayasan ini aku diberi kebebasan untuk belajar apa saja yang aku ingin pelajari.

Enak banget sebenarnya, bisa belajar komputer gratis, membaca banyak buku, membantu para Pengembang kurikulum pendidikan berbasis kompetensi mas Nasar dan Mbak Ana..(Halo mas dan mbak ! Apa khabar ? ), digaji pula. Opo tumon, sudah belajar masih diberi uang saku. Semua ini tidak terlepas ucapan terima kasih saya untuk Romo Sari selaku Direktur yayasan kala itu.

“Anggap saja kamu belajar untuk meniti karier kamu selanjutnya. Di yayasan ini kamu boleh belajar apa saja, dan kamu boleh melamar pekerjaan kemana saja, tulis pengalaman kerjamu disini sebagai referensi kamu ke jenjang karier berikutnya. Cukup 3 bulan saja kamu belajar disini, setelah itu terserah kamu mau bekerja dimana, aku yakin kamu bisa menjadi wanita karier yang sukses..”

“Wah, terima kasih banyak, Romo atas kesempatan emas ini..saya akan belajar sebaik-baiknya..”

Jadilah aku karyawan tidak tetap di yayasan itu. Aku mencatat keluar masuk surat-surat, mengirim email dan membalas email dibawah pengawasan mas Tutuk yang hitam tapi baik hati. Mas Tutuk ini juga yang mengajariku tentang scan gambar, MS office, mengenal internet dan segala macam yang berhubungan dengan komputer. Disini aku juga boleh membaca buku yang banyak sekali termasuk buku Lupus juga ada..hehe..

Aku juga mencoba untuk membuat suatu metode pembelajaran yang efektif untuk anak SD bukan hanya sebatas teori saja. Maklum, yayasan ini merupakan pusat pengembangan Kurikulum berbasis kompetensi. Jadi, bukan hanya guru yang aktif, tapi siswa harus ikut aktif pula. Menemukan masalah, mencari solusi dan menyimpulkannya.

Contohnya begini. Tentang air. Secara teori air adalah zat cair yang mengalir dari tempat tinggi ke tempat rendah. Air juga bisa berubah bentuk sesuai dengan tempatnya. Disini siswa langsung diajak praktek dengan membawa ember, gelas, piring..kemudian siswa memindah-mindahkan air ke tempat / wadah yang berbeda-beda.

Dengan bereksplorasi langsung siswa bisa merasakan asyiknya bermain sambil belajar. Tidak hanya hafalan teori saja, tapi siswa terjun langsung melakukan percobaan dan dibebaskan dalam berkreasi. Sistem belajar seperti ini mempunyai banyak kelebihan yaitu siswa lebih aktif, kreatif, mudah untuk mengingat dan dapat menyimpulkan sendiri pelajarannya.

O,ya..sekolah binaan yayasan ini adalah SD yang mayoritas anak dari keluarga yang kurang mampu. Tak mengherankan jika anak-anak bersekolah tanpa alas kaki sandal atau sepatu dan tidak berseragam. Bahkan alat-alat untuk peraga disini memanfaatkan banyak barang bekas seperti koran-koran bekas, plastik bekas dan lain sebagainya. Kemiskinan bukan lagi alasan untuk tidak belajar. Dan yang membanggakan, dalam keterbatasan gizi dari makanan mereka, anak-anak di SD ini tergolong anak-anak yang penuh semangat dan cerdas. Tak jarang pertanyaan-pertanyaan kritis terlontar dari bibir mereka.

Hm..tak terasa tiga bulan lama bekerjaku di yayasan ini molor menjadi 4 bulan karena aku belum juga dapat pekerjaan yang lain. Setelah 4 bulan, aku memutuskan untuk keluar karena tidak enak dapat gaji buta. Ya iyalah, banyakan belajarnya kok makan gaji. Apalagi yayasan ini kan orientasinya untuk pengabdian bukan untuk mengejar bisnis semata. Lebih baik uang untuk gajiku dialokasikan untuk hal lain yang lebih fungsional. Resmilah aku jadi pengangguran.

Customer Service

Beberapa bulan kemudian aku mendapatkan tawaran pekerjaan sebagai Customer Service di sebuah distributor resmi handphone di daerah Magelang. Tawaran ini tak kusia-siakan. Jika pekerjaan pertama masih ada aroma pendidikan yang tidak jauh dengan ilmu kuliahku, kali ini aku belajar tentang menjual produk. Aku langsung kost di kota gethuk itu dan menjadi penjual handphone di bawah naungan Nokia Indonesia itu.

Senang rasanya pertama kali bisa menjual produk. Aku ingat, produk pertama yang aku jual adalah handphone type 3350 yang harganya masih 1 jutaan saat itu. Handphone ini termasuk type yang cukup laris kala itu. Di outlet tempatku bekerja ini juga dijual kartu perdana yang jumlahnya kala itu baru ada 3 operator dan GSM saja, belum banyak seperti sekarang dan CDMA kala itu masih jadi cita-cita.

Pernah ada pengalaman menggelikan ketika seorang customer dari Temanggung bertanya, “Mbak, Kartu Perdana sama Simpati bagus mana ya ?,” aku dan temanku bertatapan bingung mau menjawab apa. Aku pun menerangkan kalau kartu perdana itu ada 3 macam namanya dan menerangkan keunggulannya masing-masing, bla..bla..bla..”. Bapak itu pun mengangguk sambil tersenyum malu.

Aku bertahan hingga 3 tahun bekerja disini sempat pula dipromosikan ke lain divisi yang tidak lagi duduk di depan tapi di belakang layar mengurusi penjualan handphone untuk dialer-dialer. Kalau saat jadi Customer Service jam kerjaku shift bergiliran, kadang masuk pagi dari jam 09.00 – 16.00, kalau masuk siang dari jam 13.00 – 20.00. Maka sejak jadi staf Administrasi Depo aku punya office hour yang teratur dari jam 09.00 – 17.00. Jadwal libur juga lebih enak, hari minggu dan tanggal merah libur. Saat jadi CS libur hanya berdasarkan off saja di hari biasa dan hari minggu dan tanggal merah tidak libur. Dan yang pasti, gajiku naik setelah dipromosikan hehe..

Kasir Salon

Selepas bekerja di Nokia, aku hijrah ke kota udang mengikuti suamiku yang bekerja disana. Dan kebetulan ada lowongan pekerjaan sebagai Kasir di salah satu salon terbesar dan termahal di kota itu. Aku yang dasarnya suka sama hal yang baru dan senang bertemu banyak orang, kesempatan ini tidak kusia-siakan. Walaupun awalnya sempat mendapat banyak pertanyaan dari orang-orang terdekatku, sudah capek-capek kuliah kok kerja di salon ?

Tugasku disini adalah mengurus data dan pembayaran dari tamu salon yang kebanyakan adalah ibu-ibu Boss yang punya perusahaan di kota itu. Salon ini memang punya segmen pasar menengah keatas. Pantas saja tarifnya cukup mahal jika untuk gunting rambut saja harus merogoh kocek seratus ribu rupiah.

Kualitas cukup diperhitungkan di salon ini. Owner-nya saja seorang Bachelor lulusan dari Amerika. Salon ini sudah lama berdiri dan cukup sukses dikelola samapi tiga generasi. Stylist dan kapster-nya sudah sangat berpengalaman sehingga pelanggannya cukup banyak. Apalagi jika hari minggu dan libur aku cukup kewalahan mengurus antrian pembayaran. Bahkan pernah sampai keliru memberi kembalian sampai harus tombok ( resiko ini mah..).

Sukanya bekerja disini adalah aku bisa blow rambut tiap hari dan juga rambutku bisa di-color pakai cat rambut bermerk mahal secara gratis. Secara tidak langsung aku belajar untuk berpenampilan lebih rapi dan enak dilihat. Pokoknya happy banget deh kerja disini. Tapi jangan berpikiran macam-macam lho, salonku tempat bekerja bukan tempat salon plus-plus..bahkan pernah ada tamu laki-laki yang ditolak karena ingin dilulur oleh seorang wanita. Waduh..kalau mau luluran jangan disini, pak..emang kita cewek keren apaan ? Hihi..

Wirausaha

Setelah kenyang menjadi karyawan, aku dan suami nekad resign bareng-bareng kemudian buka usaha jualan ban dan suku cadang mobil sampai sekarang. Belum lama sih, baru 6 bulan ini. Susah juga pada awalnya dari berpenghasilan tetap trus menjadi berpenghasilan tidak tetap. Kadang ramai, kadang sepi..tidak pasti.


Hanya karena ada keinginan untuk berkembang dan memberikan masa depan yang lebih layak untuk anak, maka tekad kami sudah bulat berwirausaha di pinggiran kota Yogyakarta tepatnya di Gunung Kidul. Tempat yang sebelumnya belum pernah kami jamah, sekarang menjadi tempat penghasilan kami. Istilahnya masih mbabat alas. Tapi kami optimis pastinya.

Aku baru sadar pengalaman kerjaku yang beragam ternyata menjadi bekalku saat berwirausaha sekarang. Dengan menjadi asisten praktikum, aku belajar menganalisa, menjadi Customer Service melatih keluwesanku berkomunikasi dengan pelanggan dan bisa menjual produk, menjadi staf admin membuatku bisa membuat Laporan Penjualan dan segala hal yang berhubungan, menjadi kasir salon aku jadi bisa me-manage keuangan dan tahu seluk beluk dunia usaha plus bisa menjaga penampilan. Bermanfaat banget deh pokoknya, dari yang tadinya nggak nyambung sekarang bisa nyambung semua..pasti ini sudah direncanakan Tuhan..

Dengan berwirausaha, aku lebih bisa memantau anakku Andro, yang dulu sangat terbatas waktu karena menjadi karyawan. Memang awalnya harus menurunkan standart hidup, dari yang tadinya ada AC, sekarang cukup pakai AC (Angin Cendela ) saja..hehe..apalagi di desa masih banyak pohon, jadi masih lumayan sejuk tidak terlalu panas.

Dan yang lebih membahagiakan, aku bisa jaga toko menunggu pembeli sambil ber-internet ria, mau kompasiana seharian…ayuk, facebook-an sampai bosan, mari..berkutat dengan mbah Google..wah, apa saja deh..dunia tak lagi selebar daun kelor meski tinggal di desa..sekali merengkuh dayung 2-3 pulau terlampaui dah..

Hm..panjang juga ya ceritanya, semoga bermanfaat ya..

Tuesday, March 23, 2010

Berlibur Ke Rumah Nenek..


Judul di atas mempunyai banyak arti akan masa lalu yang indah untuk dikenang. Yang pertama, ‘Berlibur ke Rumah Nenek’ menjadi judul favorit saat pelajaran mengarang waktu duduk di bangku SD. Yang kedua, berlibur ke rumah nenek menjadi ritual tak terlupakan saat mengisi liburan sekolah. Kebahagiaannya tak dapat tergantikan dengan apapun.

Pengalamanku waktu kecil, yang berkaitan dengan berlibur ke rumah nenek adalah perjalanan dengan kereta api. Sangat menyenangkan dan senantiasa membuat rindu akan masa-masa itu. Setengah hari perjalanan ditempuh dengan suka cita dan sangat menikmati keindahan pemandangan dari jendela kereta api.

Ada sawah menghijau yang terhampar luas, gunung biru yang menjulang tinggi di kejauhan, jembatan, sungai yang mengalir, pohon-pohon, rumah-rumah yang tidak jauh dari pinggir rel kereta, kendaraan yang terhenti ketika keretaku lewat, sampai pengalaman merasakan gelap saat memasuki terowongan. Aih..sangat fantastik.

Nenek dari pihak ibuku dulu tinggal di daerah Subang, Jawa Barat. Nenek tinggal seorang diri karena kakek sudah lama meninggal.

Hampir setiap tahun saat Lebaran anak-anak dan cucu-cucu nenek berkumpul bersama. Ramai sekali suasananya. Penuh kekeluargaan dan menghibur.

Bertemu sanak saudara, saling bersilaturahmi, bertegur sapa, bercengkrama, bercanda tawa, ah..semuanya sarat dengan nilai sosial dan kebersamaan. Indah sekali saat-saat seperti itu.

Aku juga ingat, bertahun-tahun menempuh perjalanan dengan kereta api kala itu ( sekitar tahun 80-an ) jarang sekali bahkan hampir tidak terjadi kasus kereta api anjlok, pencopetan, nggak ada ‘bonek’, dan tindak kejahatan lain yang sekarang marak terjadi.

Semuanya aman-aman saja saat itu, bahkan ketika hanya aku dan ibu saja yang berangkat tanpa ditemani ayah atau kakak-kakakku. Tidak ada berita yang menakutkan dan tak ada yang perlu dikhawatirkan, semuanya baik-baik saja.

Hm..apa memang dunia sudah mengalami pergeseran moral yang total ya ?

Sekarang, berlibur ke rumah nenek tinggallah sejarah yang patut dikenang bagiku, karena nenekku sudah berpulang 16 tahun yang lalu. Aku tidak punya kakek dan nenek lagi, bahkan kakek nenek dari mendiang ayahku juga telah tiada sebelum aku dilahirkan.

Masih teringat dalam memoriku, betapa sayang dan bangganya nenek kepada cucu-cucunya. Kasihnya mengalir deras, tulus tanpa syarat. Walaupun kadang omelannya terdengar kala menghadapi ulah cucu-cucunya yang nakal. Wajar, nenek juga manusia.

Ingatan yang membahagiakan itu senantiasa menyertai langkah-langkahku hingga kini. Perjalanan berlibur ke rumah nenek menjadi catatan perjalanan yang indah dan pantas dilestarikan hingga ke anak-cucuku kelak.

Hingga sekarang, penting bagiku untuk mengenalkan anakku yang masih kecil tentang bagaimana rasa senangnya berlibur ke rumah eyangnya. Dari pihak suami, masih ada eyang kakung dan putri. Dari pihakku, tinggal eyang putri karena ayahku telah lama berpulang 12 tahun yang lalu.

Ikatan batin dan jalinan silaturahmi antara kakek nenek dan cucu inilah yang membuat kebahagiaan bagi semuanya. Jangan biarkan semuanya terhenti hanya karena alasan sibuk semata. Luangkan waktu, ajak anak berlibur ke rumah nenek dan kakek tercinta sejauh apapun jarak yang harus ditempuh…

Monday, March 15, 2010

Sepuluh Alasan Kenapa Tulisan Kita dibaca


Sebenarnya tidak hanya sepuluh, tapi banyak sekali alasan kenapa tulisan kita dibaca orang lain. Tapi paling tidak ada sepuluh garis besar yang merangsang pembaca mau dengan suka rela dan senang hati meluangkan waktunya untuk membaca tulisan kita.

Satu : Judulnya Menarik

Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda.Ibarat minyak wangi yang dengan cepat merangsang indra penciuman kita untuk mengenal dekat siapa si pemakai parfum, demikian pula halnya daya pikat judul yang menarik. Dengan tertarik, otomatis ada hasrat pembaca untuk membaca. Benaknya dipenuhi pertanyaan, apa sih ini ? Kayaknya kok ok banget. Mulailah dia membaca, persoalan apakah isinya benar-benar menarik atau tidak, itu urusan belakangan.

Kalau memang judul dan isi bisa kompak menariknya, sudah pasti akan ada acungan jempol pertanda ‘like this’ seperti yang tertera di status facebook kita. Tapi kalau judul dan isi tidak sinkron, tidak menarik sudah pasti menghasilkan kekecewaan dan ungkapan,” Ih kok kayak gini, sih..kirain ok, nggak taunya cuma menjual judul aja, nyesel deh udah baca..”

Dua : Penulis sudah punya reputasi yang tidak diragukan lagi

Ini berlaku buat penulis yang sudah punya penggemar fanatik. Saking ngefans-nya, semua hasil karya sang penulis tidak pernah terlewati. Apa saja yang ditulis dari penulis idolanya pasti disuka. Apapun judulnya. Belum lengkap kalau nggak dibaca.

Seperti saya, di kompasiana saya punya penulis idola sendiri. Pokoknya kalau tulisannya Mba Mariska, mba Linda, Om Jay, Baginda ASA, Yusran Darmawan, Wisnu Nugroho, Budiman Hakim, Demini Rose, Jimmo, Minami, Faizal Assegar, Winda, Pipiet Senja, Kit Rose, Rudolf Dayu, Pepih Nugroho, Iskandarjet, Babeh Helmi, Cech Gentong, Nathalia, dan masih banyak nama lain lagi yang oke punya, pasti sudah dijamin mutunya. Rugi deh kalau nggak kebaca satu pun tulisannya. Serasa ada yang kurang gitu lho..

Tiga : Tema yang diangkat sedang ‘in’

Ini dia, seringkali rasa ingin tahu kita akan isu yang sedang hangat dibicarakan, mendorong kita mencari sumber yang bisa dipercaya untuk memuaskan rasa haus kita akan informasi. Begitu ada tulisan yang aktual, langsung deh dibaca tuntas..tas..Ini nilai lebih jika tulisan kita selalu up to date dan tahu trend apa yang sedang diminati.

Empat : Isi tulisan ‘gue banget’

Kadang-kadang, hal yang ringan, nggak penting, sepele, bisa menjadi hal yang cukup diminati jika disajikan dengan gaya tulisan yang pas dan membumi banget. Artinya, banyak orang merasakan hal yang sama dengan apa yang kita tulis. Misalnya, tentang hobby, curhat, seks, humor atau apapun yang menarik untuk dibicarakan. Pokoknya cerita tentang sehari-hari yang sering kita alami.

Lima : Gambar pendukung menarik

Seringkali, kita tertarik sama sampul buku atau majalah yang bagus, yang menstimulasi otak kita untuk membaca isinya. Begitu juga saat kita menulis di kompasiana, orang kadang tertarik dengan gambar tampilan yang ada, setelah itu baru membaca deh. Kebalikan dari peribahasa “don’t judge the book from the cover” , seringkali gambar sampul yang memikat menjadi daya tarik visual tersendiri.

Enam : Gaya bahasa tulisan simple dan mudah dimengerti

Bayangkan, jika kita harus membaca gaya tulisan bahasa alay, yang lagi mewabah kaum muda saat ini. Pasti kebanyakan bingungnya daripada ngertinya. Penginnya dianggap gaul dan mengikuti trend, tapi malah bikin pusing yang baca. Terus terang, saya sendiri kurang bisa memahami bahasa alay, butuh waktu atau emang otak saya yang lemot ya ? Seringkali gaya bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti lebih menarik minat pembaca daripada tulisan indah penuh hiasan tapi membuat kening berkerut untuk membacanya.

Tujuh : Isi tulisan berbobot

Tujuan utama kita membaca pastinya agar kita mendapatkan sesuatu yang bermanfaat. Dari yang tadinya nggak tahu sama sekali, jadi tahu. Tulisannya sarat dengan informasi, sehingga kita tidak gagap kalau ditanya orang tentang sesuatu yang pernah kita baca. Nah, tulisan seperti inilah yang didambakan oleh insan di dunia yang haus akan pengetahuan. Tentunya menjadi kepuasan batin juga kalau tulisan kita bermanfaat bagi orang lain, tidak terbuang sia-sia..

Delapan : Mengulas tentang kontradiksi

Tulisan yang sedikit nyeleneh, keluar dari pakem dan kadang tidak umum dari pemikiran banyak orang, seringkali menarik untuk dibaca. Keinginan kita untuk menggali pola pikir orang lain seringkali menggelitik kita untuk mencari tahu apa yang membuatnya berbeda. Kenapa ada pro-kontra. Itu yang menarik diperbincangkan.

Sembilan : Unik dan Berbeda

Kadangkala, orang gampang bosan kalau gaya bahasa tulisan kita monoton dan membuat kantuk menyerang pembaca. Gaya bahasa yang fresh, komunikatif dan bernada humor lebih menyenangkan untuk dibaca.

Sepuluh : Menyebabkan Candu


Itu dia pentingnya kesan pertama. Jika orang sudah terkesan dengan tulisan kita di awal dia membaca karya kita, bisa dipastikan dia akan ketagihan dengan tulisan-tulisan kita selanjutnya. Namanya orang kalau sudah kecanduan pasti akan sakaw jika hasrat membacanya tidak terpenuhi. Ini pentingnya kita untuk menjaga kualitas tulisan dan harus mampu memuaskan keinginan pembaca.

Itulah kesepuluh alasan yang menjadi dasar kenapa tulisan kita dibaca oleh orang lain. Memang tidak mutlak, tapi paling tidak bisa jadi bahan obrolan dan masukan. Mungkin ada pembaca yang mau melengkapi..? Monggo..dengan dengan senang hati saya persilakan…

Wednesday, March 3, 2010

Main Yeye, Kemana Gerangan Pergi ?


Masih terekam jelas di benak, beberapa puluh tahun yang lalu, aku ada diantara tawa kanak-kanak yang lepas bermain tali karet. Ada yang memegang tali, kemudian saling bergantian bermain. Ada yang berperan sebagai ‘simbok’, yang paling mahir bermain, sehingga membantu anak-anaknya yang sebagian berperan sebagai ‘bawang kosong’ karena dianggap belum cukup umur dan belum mahir bermain. Indahnya nostalgia..

Tinggi tali karet dimulai dari selutut, kemudian naik ke pinggang, naik lagi ke pusar perut, naik ke bahu, naik lagi ke kepala, naik ½ merdeka (ujung jempol di pangkal kepala dan jari kelingking menyentuh tali karet ), sampai se-merdeka ( tali karet ada di ujung telunjuk tangan yang diacungkan ke atas ).

Permainan ini bisa dilakukan secara indivudu atau atas nama kelompok. Diperlukan kemahiran melompat dan keahlian bermain ‘yeye’ yaitu bermain diatas karet dengan gaya yang sudah ditentukan. Ada tiga gaya yang popular yaitu gaya maju, mundur dan gaya cepat. Dibutuhkan kecepatan kaki dalam memainkannya. Permainan ini kebanyakan dilakukan oleh kaum perempuan tapi tidak menutup kemungkinan anak laki-laki boleh memainkannya.

Begitu populernya permainan ini sampai-sampai pergi ke sekolah membawa tali karet dan memainkannya saat jam istirahat di halaman sekolah. Tak peduli dengan memakai seragam SD dan roknya sedikit tersingkap menjadi tontonan anak laki-laki. Yang penting happy menjalaninya. Maklum, anak SD waktu itu mana ada pikiran kotor yang macam-macam. Tahunya senang dan bahagia saat bermain tali karet. Titik.


Nilai penting yang bisa dipetik dari pemainan ini adalah :


  • Bergembira dalam kebersamaan


  • Berinteraksi sosial


  • Mengasah ketrampilan melompat


  • Olahraga melatih otot dan tulang


  • Melatih cekatan, trampil dan dinamis


  • Menghibur penonton


  • Mengasah jiwa sportivitas
Di jaman sekarang, mulai jarang ditemui anak-anak yang bermain tali karet atau permainan tradisional yang lain seperti congklak, main kelereng, bola bekel, jamuran dan lain sebagainya. Mungkin masih bisa ditemui di daerah pedesaan, tapi amat jarang ditemui di kota. Selain tidak tersedianya lahan, anak-anak di kota lebih betah bermain game dengan PS atau komputer. Kemajuan teknologi sedikit demi sedikit menggeser pola hidup masyarakat.

Ingin rasanya kembali ke masa lalu, ketika bersama teman-teman kecil menyaksikan bulan purnama dan bermain di luar rumah. Ah..sangat indah untuk dikenang. Begitu damai, tentram, aman dan sentausa. Tak ada keributan, tak ada tawuran, tak ada kejahatan, tak ada dendam dan iri dengki. Yang ada hanyakebersamaan dan kebahagiaan yang tulus tanpa syarat.

Jadi ingat lagu Jawa yang begini :

Yo, prakanca dolanan neng njaba
(Ayo teman bermain di luar rumah)

Padang bulan, bulane kaya rina
(Bulan bersinar terang, terang seperti siang)

Rembulane..ne..sing ngawe awe
(Bulannya memanggil-manggil)

Ngelikaake ojo podo turu sore
(Mengingatkan jangan tidur sore-sore)

Ahh..indahnya nostalgia. Andaikan waktu bisa berputar kembali untuk sejenak bermain yeye dengan teman-teman bermain kala itu dengan situasi yang sama. Sebentar saja, setelah itu kembali lagi ke masa sekarang dan hadapi kenyataan hidup yang tak lagi setentram dan seindah masa kecil dulu..

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...